MAZHAB NEO-KLASIK
A. LATAR
BELAKANG
Teori-teori yang dikembangkan oleh Marx dan Engels mendapat banyak
tanggapan dari para ekonom pada waktu itu, baik dari kaum sosialis sendiri
maupun dari kaum liberal-kapitalis. Pemikir-pemikir ekonomi dari kaum liberal
ini kemudian dimasukkan ke dalam suatu kelompok pemikir ekonomi tersendiri yang
disebut Mazhab Neo-Klasik.
Karena analisis yang dibuat Marx untuk
meramal keruntuhan kaum kapitalis bertitik
tolak dari nilai kerja dan tingkat upah, maka para pakar neo-klasik mempelajari
kembali secara mendalam. Oleh W. Stanley
Jevons ( 1835-1882) , Leon Walras (1837-1910) , Karl
Menger ( 1840-1921) dan Alfred Marshall ( 1842- 1924) teori
tersebut kembali dikaji. Kemudian mereka mendapat kesimpulan yang sama, bahwa
teori surplus value Marx tidak mampu menjelaskan secara tepat tentang
nilai komoditas (modal). Dari kesimpulan ini mereka telah menghancurkan seluruh
bangunan teori sosialis yang dikembangkan oleh Marx dan Engels, dan
menyelamatkan sistem kapitalis dari kemungkinan krisis sebaimana di ramal Marx.
B. PENDEKATAN MARGINAL
Para pakar neo-klasik dalam membahas ramalan Marx menggunakan
konsep analisis marginal (Marginal
Analysis) atau Marginal Revolution. Pada initinya, konsep ini
merupakan pengaplikasian kalkulus diferensial terhadap tingkah laku konsumen
dan produsen, serta penentuan harga-harga di pasar.
Konsep marjinal ini sering diakui sebagai
kontribusi utama dari aliran atau mazhab Austria. Akan tetapi teori ini
telah lama digunakan dan dikembangkan Heindrich Gossen (1810-1858) dalam
menjelaskan kepuasaan (utility) dari pengkonsumsian sejenis barang.
Menurutnya, kepuasan marginal (Marginal Utility) dari pengkonsumsian
suatu macam barang akan semakin turun jika barang yang sama dikonsumsi semakin
banyak (Hukum Gossen I). Dalam Hukum Gossen II, menjelaskan bahwa sumber daya
dan dana yang tersedia selalu terbatas, secara relatif, untuk memenuhui
berbagai kebutuhan yang relatif tidak terbatas.
Karena pada masanya teori ini tidak mendapat perhatian lebih dari
para ekonomnya, maka sekitar 40 tahun kemudian, Jevons, Menger, Bohm-Bawerk dan
von Wieser (yang tergabung dalam Mazhab Austria) memberi pengakuan dan penghargaan
atas karya Gossen tersebut.
1) Mazhab
Austria
Mereka adalah
kelompok pemikir ekonomi yang mendukung dan memakai konsep marginal, dan
berasal dari Universitas Wina (Austria). Mereka mempunyai ciri pandang khusus,
yaitu penerapan kalkulus dalam pengembangan teori-teori mereka.
Tokoh utama Mazhab Austria adalah:
v Karl Menger (1840-1921)
Karya
utamanya adalah Grusatze der Volks Wirtschaftslehre (1817). Dalam
bukunya ia mengembangkan teori utilitas marginal yang
ternyata membawa pengaruh yang sangat besar dalam pengembangan teori-teori
ekonomi.
v Friedrich von Wieser (1851-1920)
Karya
utamanya adalah Uber der Ursprung und die Hauptyesetze des Wirtschaftlichen
Wertes (1884), Der Naturliche Wert (1889) dan Theory der
Gesellschatlichen Wirtschaft (1914). Ia sangat berjasa dalam mengembangkan
teori utilitas Menger dengan menambahkan formulasi biaya-biaya oportunitas (Opportunity
Cost).
v Eugen von Bohm-Bawerk (1851-1914)
Karyanya
adalah Capital an Interest (1884) dan Positive Theory of Capital
(1889). Kontribusi utamanya adalah dalam pengembangan teori tentang modal (theory
of Capital) dan teori tentang tingkat suku bunga.
Kemudian teori-teori mereka dikembangkan lebih lanjut oleh
tokoh-tokoh lain, seperti:
v Knut Wicksell (1851-1926)
Ia berjasa
dalam mengasimilasikan analisis keseimbangan umum Walras dengan teori kapital
dan suku bunga Bohm-Bawerk menjadi teori distribusi. Dan pengembangan teori
moneter yang dihubungkan langsung antara tingkat suku bunga dengan harga-harga.
Karya utamanya adalah Lectures on Political Economy (1901).
v Ludwig Edler von Mises (1881-1973)
Karya-karyanya
antara lain The Theory of Money and Credit (1912), the free and prosperous Commonwealth (1927), Bureaucracy (1944), Omnipotent Government ( 1944) , dan The Ultimate Foundation of
Economic Science (1962).
Menurutnya,
sistem harga merupakan basis paling efisien dalam mengalokasikan sumber day.
Oleh karena itu, ia sering mengkritik sistem ekonomi komando yang tidak
mempunyai sistem harga, dan sistem ekonomi komando tidak akan mendapat
melembagakan sistem harga tanpa terlebih dulu menghancurkan prinsip-prinsip
poltik.
Teori lain
yang dikembangkan von Mises adalah teori paritas daya beli (Purchasing Power
Parity), teori trade cycle dan mengaplikasikan teori marginal
utility untuk mengembangkan teori baru tentang uang.
v Friedrich August von Hayek (1899-...)
Karyanya
antara lain: Monetary Theory an The Trade Cycle (1929), prices and Production (1931), Profit, Interest, Investment (1939) , The Pure Theory of Capital (1941), individualism and economic order
(1984), the constituation of liberty (1961) dan Studies in Philosophy, plitics
and economics (1967)
Dia dianggap
sangat berjasa dalam mengembangkan teori siklus perdagangan (Theory of Trade
Cycle) dari von Mises yang diintegrasikannya dengan teori kapitalnya
Bohm-Bawerk. Atas jasa-jasanya dia menerima hadiah Nobel tahun
1974.
2) Mazhab
Lausanne
Langkah lebih maju yang disumbangkan pemikir
neo-klasik adalah analisis yang lebih komprehensif tentang teori keseimbangan
umum oleh Leon Walras. Walras dianggap sebagai pelopor mazhab Lausanne (Lausanne
School of Economic). Karyanya, Elements of Pure Economics (1878),
dianggap sebagai suatu mahakarya dalam bidang ekonomi. Dalam bukunya itu dia
menjelaskan teori keseimbangan umum dengan pendekatan matematis.
Walaupun telah disinggung oleh para
pendahulunya, namun Leon Walras yang mampu memberikan kisi yang lebih jelas
tentang interdependensi bagian-bagian ekonomi ini dengan gamblang dengan model
keseimbangan umumya (general equilibrium model). Dan ia menguraikan
dengan jelas bahwa perubahan suatu faktor atau bagian ekonomi akan membawa
perubahan pada variabel-variabel lain dalam sistem ekonomi tersebut secara
menyeluruh.
Sayang, konsep dan model ini tidak
diperhatikan oleh para ekonom pada zamannya, sampai dengan Alfred Marshall
menyelamatkannya, sehingga konsep ini dihargai orang dengan sepantasnya.
Kemudian ia dianggap sebagai pendiri dan pengembang ilmu ekonometrika.
Sejak Walras meninggal, kedudukannya digantikan oleh Vilfredo Pareto. Ia meneruskan aliran matematika
Walras dan banyak membantu dalam menjelaskan kondisi-kondisi yang harus
dipenuhi agar sumber-sumber daya dapat dialokasikan sehingga memberikan hasil
yang optimum dalam suatu model keseimbangan umum.
Menurutnya, suatu pengalokasikan
sumber-sumber disebut efisien jika keadaan atau kondisi yang dicapai secara
jelas dan tidak bisa dibuat menjadi lebih baik lagi (Hukum Pareto/Pareto’s
Law).
3) Mazhab
Cambridge
Tokoh paling utama mazhab ini adalah Alfred
Marshall (1842-1942), karena dia dianggap sebagai pelopor atau pendiri mazhab
Cambridge (Cambridge School of Economics) di Inggris.
Beberapa karya utamanya antara lain The
Pure Theory of Foreign Trade (1829), The Principles of Economy
(1890), Industry and Trade (1919) dan Money, Credit and Commerce
(1923).
Dia dianggap berjasa dalam memperbarui asas
dan postulat pandangan-pandangan ekonomi pakar klasik dan neo-klasik
sebelumnya. Dimana kaum klasik
berpendapat bahwa yang menentukan harga adalah sisi penawaran; sedangkan
neo-klasik beranggapan bahwa yang menentukan harga adalah kondisi permintaan.
Akan tetapi Marshal menggabungkan kedua
konsep tersebut. Sehingga ia menyimpulkan bahwa harga terbentuk sebagai
integrasi dua kekuatan di pasar: penawaran dari pihak produsen dan permintaan
dari pihak konsumen.
Perbedaan lain antara Marshall dan kaum
klasik adalah dalam metode penelitiannya. Jika kaum klasik lebih banyak
menggunakan metode induktif. Lain halnya dengan Marshall yang mengombinasikan
metode induktif dan deduktif (abstraksi digabung dengan realisme yang didukung
oleh data statistik) agar terhindar dari kemiskinan dan kemelaratan itu.
Pada tahun 1908 kedudukan Marshall diganti
oleh muridnya, Arthur Cecil Pigou (1877-1959). Karya-karyanya antara lain Principles
and Methods of Industrial Peace (1905), Wealth and Welfare (1912), The
Theory of Unumployment (1933) dan Employment and Equilibrium (1941).
Pigou adalah orang pertama yang mengemukakan
konsep real balance effect (dampak pigou/Pigou’s Effect). Pigou’s
Effect adalah suatu stimulasi kesempatan kerja yang disebabkan oleh
meningkatnya nilai riil dari kekayaan likuid sebagai konsekuensi dan turunnya
harga-harga. Pandangan ini merupakan salah satu dasar mengapa kaum klasik dan
neo-klasik percaya bahwa keseimbangan kesempatan kerja penuh (full-employment
equilibrium) dapat dicapai sebagai hasil penurunan dalam tingkat upah.
C. PERSAINGAN
MONOPOLISTIK DAN PASAR TIDAK SEMPURNA
Pada tahun 1930-an sejumlah pakar ekonomi neo-klasik generasi
kedua melakukan revesi terhadap pemikiran-pemikiran neo-klasik generasi
pertama. Tokoh yang ikut serta merevisi pemikiran-pemikiran mereka adalah Piero
Sraffa (1898-1983), Joan Violet Robinson (1903-1983) dan Edward Hasting
Chamberlin (1899-1967).
Para tokoh klasik dan neo-klasik generasi pertama tidak pernah
mempersoalkan apakah pasar persaingan sempurna, dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari, benar-benar mencerminkan pasar sempurna atau tidak, serta tidak
mempersoalkan asumsi-asumsi yang terjadi pada pasar persaingan sempurna. Adapun
asumsi-asumsi itu adalah seabagai berikut:
1. Terdapat
banyak pembeli dan penjual (multi perusahaan).
2. Barang-barang
yang dijual bersifat homogen.
3. Tiap
perusahaan bebas keluar-masuk pasar.
4. Pembeli dan
pejual sebagai price taker, karena mereka tidak mampu mengubah harga
yang ditentukan pasar.
5. Pembeli dan
penjual mempunyai informasi yang lengkap.
Oleh karena itu, dalam
artikelnya (The Laws of Returns under Competitive Conditions, 1926),
Sraffa mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan-perusahaan besar sudah banyak
dan perusahaan-perusahaan itu tahu kalau seandainya mereka mengubah keputusan output
atau penawaran maka harga-harga dapat berubah.
Kemudian Chamberlin memusatkan perhatiannya pada pasar
monopolistik dalam bukunya, The Theory of Monopolistic Competition,
1933. Ia menyebutkan bahwa banyak asumsi yang digunakan dalam pasar persaingan
sempurna, terutama dalam produk yang homogen, yang tidak realistis. Karena
tidak mungkin suatu pasar hanya memproduksi satu jenis barang saja (homogen).
Begitu juga dengan Joan Robinson, yang mempunyai analisis hampir
mirip dengan Chamberlin. Namun, Joan Robinson, analisisnya lebih fokus pada
pembahasan “pasar persaingan tidak sempurna (Imperfect Competition)”.
Menurutnya, tiap perusahaan dalam pasar tidak sempurna memegang posisi
monopoli, dimana posisi ini didapatkan dari barang-barang yang dibeli
berdasarkan preferensi konsumen (Customer Preference) walaupun ada
barang substitusi yang dihasilkan oleh perusahaan lain.
Kesimpulannya, pandangan ketiga tokoh ini bagi pengembangan teori
ekonomi adalah (bagi mereka) model pasar persaingan sempurna yang dikembangkan
oleh kaum klasik dan neo-klasik terdahulu hanya merupakan suatu konstruksi
pemikiran yang diharapkan belaka (secara teoritis) yang kenyataannya mempunyai
keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari.
D. GAMES THEORY
(GT) DAN INFORMASI ASIMETRIS
Konsep Games Theory (GT) adalah suatu konsep untuk menjelaskan
perilaku ekonomi dalam pasar yang hanya diisi oleh segelintir pelaku ekonomi.
Landasan konsep ini sudah diterapkan oleh Cournot pada tahun 1838 dan Bertrand
tahun 1883 dengan mengembangkan model aksi-reaksi dalam pasar duopoli. Model
ini mulai dikembangkan lebih lanjut oleh Edgeworth pada tahun 1925 dan
dikukuhkan sebagai teori melalui karya John von Newmann dna Oscar Morgenstern
dalam bukunya yang berjudul The Theory of Games and Economic Behaviour
(1944). Kemudian konsep GT disempurnakan lebih lanjut oleh John Nash pada tahun
1950.
Nash mengembangkan konsep GT untuk
menganalisis situasi kepentingan pelaku ekonomi yang tidak berlawanan, yang
kemudian muncullah istilah “keseimbangan Nash (Nash Equilibrium)”.
Konsep GT Nash ini bekerja atas asumsi informasi yang simetris (tiap pemain
memiliki informasi yang sama).
Dari konsep GT Nash, berkembanglah GT yang beroperasi dalam
situasi informasi yang bersifat asimetris (tidak memiliki informasi yang sama
terhadap satu hal) oleh John Harsanyi (1967). Kemudian GT dikembangkan lagi
oleh Reinhard Selten (dari Universitas Bonn, Jerman) dalam bentuk situasi yang
lebih dinamis. Menurut Selten, perubahan tindakan seorang pemain tidak hanya
ditentukan oleh kenyataan peluang untuk memperbaiki posisi. Oleh karena itu,
menurut Selten, frekuensi permainan akan mempengaruhi strategi permainan bagi
setiap orang.
Konsep John Harsanyi dikembangan lebih lanjut oleh William S.
Vickrey dan James A. Mirrless. Kemudian
konsep ini dikembangkan lebih lanjut oleh George Ackerlof, Joseph Stiglitz dan
Michael Spence. Mereka berjasa dalam membangun pondasi bagi teori umum tentang
pasar dengan menggunakan informasi
asimetris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar